Pertanian Berkelanjutan di Era Perubahan Iklim: Tantangan dan Peluang
Pertanian Berkelanjutan di Era Perubahan Iklim: Tantangan dan Peluang
Wed, 20 August 2025 3:34
01hdbytgez9kcwa0dgss1adh2r

Perubahan iklim adalah tantangan terbesar abad ke-21 yang dirasakan oleh hampir semua sektor kehidupan, terutama pertanian. Indonesia, sebagai negara agraris yang 29,6% penduduknya masih bekerja di sektor pertanian (BPS, 2023), sangat bergantung pada stabilitas iklim untuk menjaga ketahanan pangan. Namun, kenyataannya, perubahan iklim global menimbulkan ancaman serius: musim hujan dan kemarau yang tidak menentu, kenaikan suhu udara, perubahan pola curah hujan, hingga bencana kekeringan dan banjir yang semakin sering terjadi.

Pertanian berkelanjutan menjadi jawaban penting terhadap persoalan ini. Konsep ini tidak hanya menekankan pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga pada keberlanjutan ekologi, sosial, dan ekonomi dalam jangka panjang. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang dampak perubahan iklim terhadap pertanian, tantangan yang dihadapi petani Indonesia, strategi menuju pertanian berkelanjutan, serta peluang besar yang bisa dimanfaatkan dengan dukungan akademisi seperti Fakultas Pertanian Universitas Islam Nusantara (Faperta UNINUS).

Salah satu dampak paling nyata dari perubahan iklim adalah bergesernya pola musim. Sebelum era perubahan iklim, petani di Jawa Barat dapat memprediksi musim hujan dan kemarau dengan relatif pasti. Namun kini, musim hujan sering datang lebih awal atau lebih lambat, bahkan berhenti di tengah musim tanam. Akibatnya, banyak petani salah menentukan waktu tanam, yang menyebabkan risiko gagal panen semakin tinggi.

Data FAO (2021) menunjukkan bahwa peningkatan suhu rata-rata global sebesar 1°C dapat menurunkan hasil panen padi hingga 3–4%. Di Indonesia, padi sebagai makanan pokok lebih dari 90% penduduk, sangat rentan terhadap kondisi iklim. Ketika suhu meningkat, proses fotosintesis terganggu, pembentukan bulir padi tidak sempurna, dan hasil panen berkurang.

Kondisi iklim yang lebih hangat mempercepat siklus hidup hama. Wereng batang coklat, ulat grayak, serta penyakit hawar daun bakteri menjadi lebih sulit dikendalikan. Menurut Kementan (2022), serangan wereng di Jawa Barat pada tahun 2021 menyebabkan kerugian hingga 1,2 triliun rupiah.

Irigasi masih menjadi masalah besar di Indonesia. Sekitar 60% lahan sawah bergantung pada sistem irigasi teknis, namun banyak saluran yang rusak atau tidak berfungsi maksimal. Ketika musim kemarau semakin panjang akibat El Niño, lahan tadah hujan yang luasnya mencapai 4 juta hektar sangat rentan gagal panen.

Mayoritas petani masih menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintetis secara berlebihan. Praktik ini memang meningkatkan produksi jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang menurunkan kesuburan tanah dan mencemari air.

Rata-rata luas kepemilikan lahan petani di Indonesia hanya sekitar 0,2 hektar. Lahan yang kecil membuat petani sulit menerapkan teknologi modern atau melakukan diversifikasi tanaman.

Sebagian besar petani di pedesaan belum terbiasa dengan teknologi digital pertanian. Padahal, akses informasi cuaca, harga pasar, dan teknik budidaya modern sangat penting untuk menghadapi perubahan iklim.

Data BPS (2022) menunjukkan bahwa 71% petani Indonesia berusia di atas 45 tahun. Anak muda enggan terjun ke sektor pertanian karena dianggap kurang menjanjikan. Jika tidak ada regenerasi, masa depan pertanian bisa terancam.

Lembaga riset telah menghasilkan berbagai varietas tanaman yang lebih adaptif, misalnya padi Inpago yang tahan kekeringan, atau padi Inpari yang toleran genangan. Dengan varietas unggul, petani memiliki peluang lebih besar untuk bertahan di tengah kondisi iklim ekstrem.

Pertanian berkelanjutan menekankan integrasi antara tanaman, ternak, dan perikanan. Contohnya, jerami padi bisa digunakan sebagai pakan ternak, sementara kotoran ternak dapat diolah menjadi pupuk organik untuk lahan sawah.

Irigasi tetes (drip irrigation) dan sistem pompa tenaga surya dapat mengurangi ketergantungan pada air irigasi konvensional. Di beberapa daerah, petani mulai membangun embung desa untuk menampung air hujan sebagai cadangan musim kemarau.

Pemanfaatan Internet of Things (IoT) memungkinkan petani memantau kelembaban tanah, suhu, dan hama secara real-time. Aplikasi prakiraan cuaca dapat membantu menentukan waktu tanam yang lebih tepat.

Mengurangi penggunaan pupuk kimia dengan menggantinya menggunakan kompos, pupuk hijau, dan biofertilizer akan memperbaiki struktur tanah dalam jangka panjang. Selain itu, pasar produk organik terus meningkat, memberikan peluang ekonomi bagi petani.

Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 300 juta jiwa pada 2035. Kebutuhan pangan akan semakin tinggi, sehingga sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung ekonomi.

Pemerintah meluncurkan program Food Estate, Sustainable Development Goals (SDGs), dan Program Pertanian Ramah Lingkungan. Kebijakan ini membuka peluang bagi petani untuk mendapatkan akses teknologi dan pasar.

Pasar global semakin menuntut produk yang bersertifikat organik dan ramah lingkungan. Indonesia memiliki peluang besar untuk menembus pasar ekspor, khususnya komoditas kopi, teh, rempah, dan sayuran organik.

Fakultas Pertanian UNINUS sebagai bagian dari dunia akademik berperan penting dalam:

  • Mengembangkan riset terkait varietas tahan iklim.

  • Melatih mahasiswa dan masyarakat tentang teknologi pertanian digital.

  • Memberikan pendampingan kepada kelompok tani untuk mengadopsi praktik berkelanjutan.

  • Menjadi pusat inovasi pertanian di Jawa Barat.

Sebagai lembaga pendidikan tinggi, Faperta UNINUS tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga praktik lapangan. Beberapa peran strategis yang bisa diambil antara lain:

  1. Riset dan Inovasi: Menghasilkan penelitian tentang pertanian organik, konservasi tanah, dan teknologi adaptif perubahan iklim.

  2. Pengabdian kepada Masyarakat: Menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam program penyuluhan pertanian.

  3. Pendidikan Mahasiswa: Membekali calon sarjana pertanian dengan kemampuan teknis sekaligus wawasan kewirausahaan.

  4. Kolaborasi Internasional: Membuka peluang kerja sama dengan universitas luar negeri dalam bidang pertanian berkelanjutan.

Pertanian Indonesia berada di persimpangan jalan: menghadapi ancaman perubahan iklim sekaligus memiliki peluang besar untuk menjadi pusat produksi pangan dunia. Pertanian berkelanjutan adalah kunci utama agar produksi pangan tetap stabil, lingkungan tetap lestari, dan kesejahteraan petani meningkat.

Dengan dukungan akademisi, mahasiswa, pemerintah, serta masyarakat, Indonesia dapat mengubah tantangan perubahan iklim menjadi peluang emas menuju kedaulatan pangan dan pertanian yang tangguh.
Fakultas Pertanian UNINUS siap menjadi bagian dari perjuangan ini melalui riset, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat.

Berita

Komentar

Tidak ada komentar

Tulis Komentar

Artikel Lainnya

Implementasi Sistem Smart Greenhouse di Fakultas Pertanian UNINUS: Optimalisasi Produksi Stroberi dan Tomat dengan Teknologi Modern
Greenhouse merupakan sarana budidaya pertanian modern yang berfungsi untuk menci...
Wed, 20 August 2025 | 3:53
Smart Greenhouse: Inovasi Pertanian Modern untuk Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Smart Greenhouse adalah sistem rumah kaca modern yang menggunakan teknologi digi...
Wed, 20 August 2025 | 3:20